Aku “Buta”, Namun Aku Dapat Melihat Lagi…
Oleh : Airin Natalia I @airinnatalia_
Disclaimer: Ini bukan fiksi atau karangan belaka.
“... Orang buta melihat, orang lumpuh berjalan, orang kusta menjadi tahir, orang tuli mendengar…” (Luk 7:22bc)
Jika membaca sepenggal ayat di atas, ya, kita hafal dan sering mendengarnya, namun mungkin kita bertanya-tanya, “Apakah mungkin?”
Jawabannya, ya. Dan kisah ini adalah buktinya. Sekali lagi kuulangi, kisah ini bukanlah fiksi atau karangan belaka.
Ini adalah kisah mukjizat yang kualami dengan perantaraan doa Bunda Maria. Mungkin ada beberapa orang sudah tahu dan mendengar cerita ini, namun tidak masalah! Bukankah memang kita sebaiknya sering menceritakan tentang bagaimana luar biasanya kuasa Tuhan yang dinyatakan dalam hidup kita? Justru yang menjadi pertanyaan, mengapa kita malah lebih sering/mudah untuk share hal-hal duniawi, atau hobi kita, namun tidak dengan sosok yang justru begitu peduli dengan kita, dan yang seharusnya menjadi yang terpenting dalam hidup kita?
Ketika mengingat apa yang terjadi waktu itu, semua terasa seperti mimpi. Namun lewat kejadian itu, aku sungguh dapat merasakan kuasa Tuhan yang luar biasa terjadi dalam hidupku.
Kisah ini terjadi sekitar pada bulan Juli 2005, ketika aku masih kelas 2 SMP. Saat itu aku adalah bagian dari pengurus OSIS yang tengah menyiapkan masa orientasi untuk para siswa/i baru, sehingga ketika libur sekolah belum selesai pun, aku harus masuk. Saat itu sekolahku juga tengah melakukan renovasi, sehingga kondisinya cukup kotor dan berdebu.
Aku memakai contact lens saat itu – dengan alasan agar penampilan terlihat lebih baik, sehingga aku tidak memakai kacamata. Jika kamu adalah pengguna lensa kontak, mohon bacalah cerita ini agar kamu tidak melakukan hal yang kulakukan. Memasuki beberapa hari masa persiapan, tepatnya hari Sabtu, aku memakai contact lens seharian, dari pagi hingga malam. Sebenarnya aku sudah merasa tidak nyaman saat itu, terutama di mata sebelah kanan, dan memang sebaiknya aku melepas contact lens itu sejenak baru memakainya lagi, namun kupikir, “Ah, sudahlah, biar saja, nanggung!” Dan “kemalasanku” menimbulkan masalah besar yang tidak terduga bagiku.
Malam menjelang, rasa tidak nyaman itu makin menjadi, namun aku tidak bisa berbuat apa-apa karena saat itu aku masih di luar rumah. Sampai di rumah aku langsung melepasnya dan mata kananku merah luar biasa. Aku hanya memberikan Insto dan kubawa tidur dengan harapan akan membaik keesokan harinya.
Iya, mungkin sampai di sini, ada beberapa di antara kalian yang mengernyitkan dahi, memutar bola mata kalian, atau mengatakan, “Ya itu kan salahmu sendiri!” – iya, iya, aku tahu, itu salahku. Namun, justru karena kesalahan itulah ada cerita ini.
Keesokan harinya, mata kananku tidak membaik. Rasanya begitu berat untuk membuka mata kananku, sehingga aku menghabiskan hari Minggu hanya dengan terus memejamkan mata. Jauh di lubuk hatiku, aku sudah merasa takut akan hal buruk, namun aku berusaha untuk tetap berpikir positif bahwa itu hanyalah iritasi biasa.
Hari senin, masa orientasi dimulai, namun aku sendiri tidak bisa menjalankan tugasku dengan maksimal. Aku hanya bisa duduk di ruang kelas karena rasa pusing yang luar biasa. Mata kananku terus berair, kepalaku rasanya pusing, dan rasanya sakit ketika membuka mata kananku, sehingga aku memutuskan untuk pulang lebih awal dan langsung ke dokter mata di salah satu rumah sakit terkemuka di Surabaya. Tidak ada yang menyiapkanku, juga mamaku yang menemaniku saat itu, akan apa yang dikatakan dokter setelah memeriksaku. Perkataan dokter saat itu bak petir di siang bolong bagiku.
Setelah memeriksa mataku, dokter mengatakan bahwa mata kananku sudah tidak ada harapan, kornea mata kananku sudah rusak dan tergores dalam. Satu-satunya cara adalah bola mataku harus diangkat dan diganti dengan bola mata yang lain. Bayangkan saja, aku masih begitu muda saat itu, mendengar hal seperti itu, rasanya begitu menakutkan. Aku hanya bisa terdiam, tidak percaya. Dokter memberikanku salep untuk meredakan rasa sakit, dan memintaku mengganti kompres mataku beberapa jam sekali - karena mata kananku memang tidak boleh terkena iritasi lagi - dan memintaku kembali 3 hari kemudian.
Ketika di rumah, aku mencoba menutup mata sebelah kiriku, untuk melihat dengan mata kananku. Begitu mengerikan kenyataan yang harus kuterima. Mata kananku mungkin hampir sama dengan orang buta. Jika orang buta melihat semuanya tampak hitam dan gelap, di mata kananku semua tampak abu-abu seperti kabut, aku tidak bisa melihat bentuk dan warna apapun selain kabut itu.
Aku menangis. Aku takut. Namun lebih dari itu semua, aku tahu aku sudah mengkhawatirkan mamaku yang terus menemaniku. Mamaku saat itu mengajakku terus berdoa Novena dan Rosario berulang kali dalam sehari, aku pun hanya mengiyakannya karena memang tidak ada hal lain yang bisa kulakukan. Aku hanya melakukannya tanpa banyak berpikir, saat itu aku tidak berharap terlalu banyak – mungkin aku sudah pasrah, atau hanya terlalu lelah untuk berpikirbanyak – dari yang terus-menerus menangis hingga akhirnya lelah untuk menangis. Aku hanya tidak ingin membuat kedua orang tuaku merasa khawatir.
Berdoa, berdoa, dan terus berdoa. Mungkin hanya itu yang bisa kulakukan. Namun, sekarang aku menyadari, meskipun tidak banyak berkata-kata, meskipun hanya air mata yang keluar, Tuhan tahu apa yang menjadi doa dan harapan kita.
Dan tepat pada hari Selasa malam, ketika aku tengah tidur, aku bermimpi. Mimpi yang terasa begitu nyata. Aku lupa tepatnya ada berapa sosok, namun aku melihat beberapa sosok seperti bayangan, mereka tidak terlihat, namun mereka begitu bercahaya. Ada cahaya menyilaukan di belakang dan sekeliling mereka, namun cahaya itu tidak menyakitkan mataku, malah membuat damai. Awan seperti mengelilingi mereka. Dan salah satu sosok di antara mereka, yang tengah jika aku tidak salah ingat, mengatakan kepadaku,
“Kamu jangan takut, jangan khawatir, jangan menangis lagi! Besok kamu akan sembuh dan kamu akan bisa melihat lagi.”
Aku membuka mata, terbangun, dan aku dapat merasakan air mata keluar dari mata kananku. Mimpi itu terasa begitu nyata. Bahkan ketika aku membuka mata, aku merasa seperti ada cahaya keluar dari mataku dan keluar lewat ventilasi atas pintu kamarku. Namun karena aku merasa itu hanya mimpi, aku melanjutkan tidurku.
Esok harinya, ketika tiba waktunya kompres mataku diganti, aku membuka mata dan merasakan ada sesuatu yang berbeda. Mata kananku sudah bisa melihat lagi! Bukan hanya kabut saja, tapi sungguh sudah seperti biasanya! Aku sungguh tidak percaya hingga tidak mampu berkata-kata. Ketika Kamis hari pemeriksaan tiba pun, dokter tampak begitu takjub dan mengatakan, “Ini benar-benar mukjizat!” Mamaku sendiri, yang menemaniku tidur malam itu, juga mengatakan bahwa pada malam itu, ia sungguh merasakan Tuhan hadir.
Lihatlah! Begitu besarnya hal yang bisa dilakukan oleh Tuhan!
Memang sekarang kalau dicek, di bola mata kananku masih terdapat goresan kecil, sehingga minus mata kananku lebih besar dari mata kiriku. Namun bagiku itu bukan masalah. Itu semua merupakan bukti akan apa yang telah Tuhan kerjakan atas diriku, dan aku begitu bersyukur ketika mengingat hal itu. Dan aku bersyukur bagaimana Bunda Maria tengah menjadi perantara doaku, bagaimana Sang Bunda dengan begitu penuh kasih turut mendoakanku dan menyampaikan permohonanku kepada Putera-nya.
Jangan pernah ragu untuk memohon doa dan pertolongan dari Bunda Maria. Dia tidak pernah menolak anak-anaknya yang sungguh membutuhkan pertolongannya.
Dan mungkin sekarang teman-teman bertanya, bagaimana jika aku telah terus berdoa namun tidak terjawab?
Satu hal yang perlu kita ingat, kita berdoa bukan untuk mendikte Tuhan, atau supaya Tuhan mengabulkan segala doa kita. Jika doa kita selaras dengan kehendak Tuhan, syukur kepada Allah - kita mau Allah menyiapkan diri kita ketika doa itu terjawab, supaya kita tetap menjadi pribadi yang rendah hati dan penuh syukur. Namun jika tidak, syukur pula kepada Allah! Mungkin belum saatnya, atau Tuhan telah menyiapkan sesuatu yang jauh lebih baik dari bayangan kita, yang belum saatnya kita terima.
Jika andaikata Tuhan belum menjawab doa kita sekalipun, kita jangan sampai berhenti berharap. Kita mau percaya bahwa apapun yang Ia izinkan, ketika itu terasa berat, Ia yang akan menjadi kekuatan kita dan Ia selalu menyertai kita. Ia tahu apa yang terbaik untuk kita.
Yes, easier said than done. Oleh karena itu, kita juga mau mohon bimbingan Bunda Maria senantiasa dalam melalui badai kehidupan ini, untuk tetap terus taat dan berpegang teguh kepada Allah, hingga akhirnya nanti kita sungguh berani mengatakan, “Aku ini hamba Tuhan, terjadilah padaku menurut perkataan-Mu!”