“Aku Tidak Mendapatkan Sesuatu dari Ekaristi”

25 June 2021
“Aku Tidak Mendapatkan Sesuatu dari Ekaristi”

oleh: Monika Susilo dan Airin Natalia | @monikasusilo @airinnatalia_

Jika boleh jujur, mungkin kita telah mendengar banyak cerita dimana orang malas pergi Misa Ekaristi, atau malah memilih pergi ke gereja sebelah, karena tidak pernah merasa mendapatkan sesuatu dari Ekaristi. Rasanya flat, datar, membosankan, tidak berkobar-kobar. Mungkin dari kita sudah ada yang berusaha mempersiapkan diri dengan baik, ada juga dari kita yang bersikap masa bodo. Namun sesungguhnya, apakah memang kita harus selalu mendapatkan sesuatu dari Ekaristi?

Pertanyaan atau dilema yang mungkin kita sendiri takut temukan jawabannya, karena kita takut jangan-jangan ada yang salah dengan kita…

Mari kita mencoba membagi menjadi menjadi dua kategori besar untuk orang yang menghadapi dilema ini. Yang pertama adalah kategori orang yang memang tidak sungguh percaya bahwa Yesus hadir dalam Ekaristi, atau roti dan anggur itu hanya sekedar simbol. Yang kedua adalah kategori orang yang sungguh percaya tapi tidak selalu mendapatkan sesuatu dalam Ekaristi, atau merasakan kehadiran Tuhan.

Kita mulai bahas dari kategori orang yang pertama. Yang termasuk dalam kategori ini terutama orang yang tidak percaya dan tidak lagi begitu tertarik untuk mencari tahu, karena rasanya begitu absurd.

Kita, sebagai umat Katolik, mengerti secara pengetahuan teologis, bahwa Yesus sungguh hadir dalam Ekaristi, dalam rupa roti dan anggur. Namun, apakah kamu sungguh-sungguh percaya jika dalam Ekaristi kamu sungguh berjumpa dan menerima Tubuh, Darah, dan ke-Allahan Kristus dalam rupa roti dan anggur? Apakah kamu sungguh mengimani bahwa kamu “makan tubuhNya dan minum darahNya” dalam Ekaristi? Hal tersebut itu bukanlah hal yang mudah diterima dan dipercaya oleh logika manusia, bahkan murid Yesus sendiri mengatakan, “Perkataan ini keras, siapakah yang sanggup mendengarkannya?” (Yoh 6:60).

Namun, apakah hal itu mau membuatmu pergi juga? (Yoh 6:67). Apakah kamu ingin mencari sesuatu yang “lebih mudah diterima”, tanpa berusaha untuk mencari tahu dan mengenal hal yang sulit diterima itu lebih lagi?

Jika memang hal itu terlalu absurd, untuk apa Yesus mengatakannya kepada kita, jika itu bukanlah suatu kebenaran dan Ia sendiri tidak dapat mewujudkannya? Bukankah dalam kehidupan kita yang begitu fana, dan membosankan serta penuh dengan kekosongan ini, kita begitu mengharapkan kejutan yang dapat membawa kita kepada kebahagiaan kekal? Justru melalui hal yang tidak dapat diterima oleh logika manusia itulah, Yesus ingin sungguh menyatakan kasih-Nya yang luar biasa besar kepada kita. Dan marilah kita belajar untuk mengenal-Nya dalam Ekaristi di dalam iman, bukan malah menghindarinya.

Sebagai seorang Katolik, sungguh kerugian besar jika kamu berpikir tidak masalah tidak menjalin hubungan erat denganNya dalam Ekaristi, karena sesungguhnya Yesus tidak pernah lebih dekat lagi kepada kita selain lewat Ekaristi, dimana Dia tidak hanya hadir sebagai Sabda atau Roh, melainkan Tubuh dan Darah-Nya juga benar-benar diberikan-Nya kepada kita.

Yesus ingin selalu dekat dengan kita. Koreksi, bukan sekedar dekat saja, tetapi juga menyatu dengan diri kita. Kasih Tuhan yang begitu besar dapat kita lihat perwujudannya ketika Ia memberikan Tubuh dan Darah-Nya dengan wafat di kayu salib untuk menebus dosa-dosa kita. Dan bahkan tidak hanya berhenti sampai di situ saja, Ia masih tetap memberikan DiriNya hingga saat ini dalam Ekaristi. Yesus memberikan DiriNya sendiri kepada kita semua, sehingga kita pun dapat memberikan diri kita seluruhnya kepadaNya dalam kasih dan dipersatukan pula denganNya dalam komuni kudus. Dengan cara ini, kita juga dipersatukan dengan Tubuh Kristus, yakni GerejaNya (YOUCAT 208). Tubuh Kristus yang telah menjadi korban penebusan dosa kita telah di-transubstansiasi-kan menjadi Tubuh dan DarahNya melalui Imam yang bertindak sebagai In persona Christi, yaitu Kristus sendiri yang hadir dan memimpin perayaan Ekaristi.

Kamu bisa membaca segala pengetahuan dan ajaran teologis, dan juga kesaksian tentang mukjizat Ekaristi, namun apakah kamu mau membuka hatimu? Jika selama ini cara pandangmu adalah datang ke Ekaristi hanya sebagai kewajiban religius, maukah kamu belajar mengubahnya? Nah, kita kembali kepada permasalahan di awal, “Tapi, ‘kok, aku tidak “merasakan” apa-apa, ya, ketika Ekaristi! Aku tidak mendapatkan sesuatu!”

Dan hal ini juga dihadapi oleh kategori orang yang kedua.

Pertama, marilah kita bertanya pada diri kita sendiri, apakah kita sendiri sungguh telah menyiapkan diri dengan baik untuk datang ke hadiratNya? Atau hanya raga kita saja yang hadir, namun jiwa dan roh kita tidak benar-benar disana? Apakah kamu telah berusaha untuk hadir lebih awal dan memeriksa diri sebelum Ekaristi, ikut berpartisipasi secara aktif dalam Ekaristi, dan benar-benar hanya fokus kepadaNya? Jika belum sepenuhnya demikian, bagaimana kamu bisa menyalahkan Tuhan jika kamu tidak merasakan hadiratNya dalam Ekaristi? Jika kamu tidak mendapatkan buah dari Ekaristi?

Tuhan selalu ingin memberikan DiriNya dan rahmatNya kepada kita, namun apakah selama ini kita yang telah menutup diri dan tidak mau datang cukup dekat kepadaNya?

Dan sejujurnya… kita memang tidak akan selalu untuk merasakan atau mendapatkan sesuatu ketika Misa. Mmm… what? Ya, dalam Ekaristi, kita juga mungkin tidak akan selalu merasa bersukacita atau dekat dengan Tuhan. Mungkin kita tetap dapat merasakan suatu kekosongan pada beberapa waktu (meski jika misalnya hal itu terjadi secara berkepanjangan, berarti ada kemungkinan Tuhan ingin membawa kita kepada suatu fase yang berbeda). Namun, bukankah kita semua adalah manusia biasa yang dapat merasakan berbagai macam emosi? Bukankah memang kita tidak selalu bisa mempertahankan emosi/mood yang baik, atau bahkan memperoleh penghiburan setiap saat? Bahkan meski kamu datang ke pelayanan yang berkobar-kobar pun, kamu tidak akan selalu merasa bersemangat.

Lalu, jika demikian untuk apa kita pergi ke Misa Ekaristi?

Dalam Ekaristi, kita mengucap syukur kepada Tuhan, kita memuji dan memuliakan namaNya. Kita tidak melakukan semua hal itu untuk membuat Tuhan lebih mulia lagi, atau karena Tuhan ingin mendengarnya, melainkan karena kita membutuhkannya untuk mengingatkan bahwa kita semua hanyalah manusia biasa, dan bukan Tuhan! Kita memuji dan menyembahNya karena Ia layak menerima semua itu!

Dalam Ekaristi, kita dapat menyatukan segala hal - baik pekerjaan kita, penderitaan dan sukacita kita - dengan pengorbanan Kristus (YOUCAT 217). Meskipun yang kita persembahkan adalah kebosanan dan kelelahan kita, Yesus menerima itu semua, dan menyatukanNya dengan pengorbananNya. Jadi apapun yang kamu rasakan, baik ataupun buruk, Yesus menerima semua itu.

Dan dalam Ekaristi, kita memperdalam relasi kita dengan Kristus, lewat Sabda dan Komuni Kudus yang kita terima, terlepas apapun yang tengah kita rasakan. Tuhan bekerja melebihi apa yang kita rasakan, Dia bekerja bahkan ketika kita tidak menyadarinya. Melalui Ekaristi, Ia menjadikan tubuh kita sebagai rumahNya, ketika kita bersatu dengan Dia. Dan dengan bersatu dengan Dia, kita diubahkan untuk makin menjadi serupa denganNya. Begitu banyak buah rahmat yang disediakan olehNya dalam Ekaristi, untuk merubah kita menjadi pribadi yang makin berkenan di hadapanNya.

Ingatlah… Tuhan tidak hanya ingin dirasakan secara emosional/perasaan saja, karena jika demikian ketika kita merasa bosan atau marah, kita dapat dengan mudah meninggalkanNya. Ya, kita tidak akan selalu dapat “merasakan” atau mendapatkan sesuatu ketika Ekaristi, bahkan demikian pula dengan kehidupan doa kita setiap hari. Bukan berarti ada yang salah denganmu. Namun ketika kamu sungguh belajar mengenalNya dan membangun hubungan pribadi denganNya setiap hari, kamu akan tahu bahwa kasihNya lebih dari sekedar apa yang kamu lihat dan rasakan.

Kamu mengimani Dia hadir dalam Ekaristi, dan karena kamu mengasihiNya dan percaya akan kasihNya kepadamu, kamu tahu Dia selalu hadir… meskipun bahkan kamu tidak merasakan dan bahkan melihatNya. Kamu tahu, kamu percaya, bahwa Dia ada di sana. Dan hal-hal itu tidak dapat dibangun dari pembelajaran teologis, melainkan dengan membangun hubungan pribadi dengan Tuhan setiap harinya.

Kamu mengenal dan merasakan hadirat Tuhan bukan dengan pengetahuanmu, bukan dengan logikamu, bukan juga dengan emosi atau perasaanmu… namun dengan iman dan kasihmu kepadaNya. Kamu belajar percaya dan mengasihiNya melebihi apapun yang dapat Ia berikan untukmu untuk dirasakan, namun kamu percaya dan mengasihiNya hanya karena Dia ada sebagaimana DiriNya, sama seperti Ia mengasihi kita sebagaimana diri kita.

Lagipula siapa yang bilang kamu tidak mendapatkan apapun? Salah! Kamu mendapatkan sesuatu! Justru kamu telah mendapatkan hal itu setiap saat, dimana hal itu tidak dapat ditukar dengan apapun di dunia ini. Diri Tuhan itu sendiri dan kasihNya kepadamu. Kamu hanya perlu membuka diri untuk menerimaNya.

Apakah itu cukup? Lebih dari cukup. Setidaknya, demikianlah bagiku.