Apakah Yudas Iskariot Berjasa?
Sebagian orang mengatakan bahwa Yudas Iskariot berjasa dalam karya penyelamatan Tuhan Yesus dan manusia. Menurut mereka, tanpa adanya Yudas tidak akan ada karya penyelamatan sehingga mereka menyimpulkan bahwa Yudas tidak berdosa. Mari kita simak lebih lanjut apakah Yudas berjasa dalam karya penyelamatan umat manusia?
Untuk mengatakan bahwa Yudas berjasa dalam karya penyelamatan Tuhan hampir sama saja dengan mengatakan bahwa setan yang membuat Adam dan Hawa berdosa juga berjasa. Tentu saja kita tidak bisa berkata bahwa tanpa Yudas tidak akan ada keselamatan, karena Tuhan juga bisa menggunakan cara yang lain. Dalam artian, tanpa penghianatan Yudas, orang Farisi juga tetap menangkap Yesus dan berusaha untuk membunuhnya seperti yang diceritakan didalam Injil (Yoh 5:18; Yoh 7:1).
Pernyataan yang mungkin lebih tepat untuk menggambarkan situasi ini adalah “Tuhan dapat mendatangkan sesuatu yang baik dari sesuatu yang buruk untuk menyatakan kemulian-Nya”.
Keburukan dosa yang dilakukan Yudas membuka mata hati manusia akan suatu bahaya dosa keputusasaan yang merupakan dosa yang tidak ter-ampuni.
Dosa keputusasaan atau despair adalah salah satu dosa yang melawan Roh Kudus yang tidak dapat diampuni di kehidupan ini dan di kehidupan mendatang (Lukas 12:10). Dosa penghianatan Yudas tidaklah sebesar dosanya untuk mengakiri hidupnya. Andaikata Yudas bertobat dan kembali kepada Yesus, mungkin dia akan menjadi rasul yang luar biasa. (seperti rasul Petrus yang bertobat dan menjadi Paus).
Jadi, apakah Yudas berdosa? Ya, terutama karena dia telah mengakiri hidupnya dikarenakan keputusasaan. Dosa ini adalah dosa yang melawan 2 kebajikan Ilahi yaitu: pengharapan dan iman. Pengharapan ini dihilangkan oleh keputusasaan, dengan sudut pandang bahwa tidak ada lagi harapan untuk memperoleh surga. Iman dihilangkan oleh keputusasaan karena melihat dosanya lebih besar dari kasih dan belas kasih Tuhan.
Yesus dengan jelas mengatakan “Dia yang bersama-sama dengan aku mencelupkan tangannya kedalam pinggan ini, dialah yang akan menyerahkan aku. Anak manusia memang akan pergi sesuai dengan yang ada tertulis tentang Dia, akan tetapi celakalah orang yang olehnya Anak Manusia itu diserahkan. Adalah lebih baik bagi orang itu sekiranya Ia tidak dilahirkan”(Mat 26:23-24)
Dari pernyataan diatas, dapat disimpulkan bahwa Yudas mengalami penderitaan di neraka, KECUALI jika pada saat akhir hayatnya dia benar-benar bertobat dan menyesali semua dosanya.
Bagaimana dengan peristiwa penyaliban? Apakah Tuhan pro dengan kekerasan? Sesungguhnya pernyataan ini tidaklah benar. Pernyataan ini akan benar bila seandainya manusia dilahirkan sebagai robot dan semua perilaku manusia diatur oleh Tuhan tanpa ada kerjasama dari manusia. Namun, manusia mempunyai kebebasan sehingga manusia dapat memilih untuk mengikuti Yesus dengan ajaran kasih-Nya atau melawan Yesus dengan perbuatan dosa.
Dalam peristiwa penyaliban kita bisa melihat 2 hal yang bertolak belakang. 1. Kekejaman dan keburukan dosa. 2. Keindahan dan kedalaman kasih Allah. Kekejaman dan dosa dapat dilihat melalui penderitaan Kristus dan kedalaman kasih Allah dapat dibuktikan dengan kematian-Nya di kayu salib. Penderitaannya begitu besar untuk membayar dosa-dosa kita yang seharusnya semakin memacu kita untuk hidup kudus.
Bila Tuhan pro dengan kekerasan, Yesus tidak akan mengajarkan ajaran cinta kasih. Sebab dari pengajaran Yesus di “khutbah di bukit” (Mat 5:1-12) kita dapat melihat ajaran cinta kasih yang begitu sempurna.
Mari kita bersama-sama belajar dari kisah Yudas. Kasih dan belas kasih Allah selalu lebih besar dari dosa kita asalkan kita mau bertobat dan kembali kepada-Nya.
Sumber: Katolisitas.org Diringkas oleh: Yuvita – Divisi Newsletter