Belajar dari St. Carolus Borromeus: Laku Iman Menembus Batas-Batas Pandemi

#artikel, #tokoh, #santo-santa, #santo, #carolus borromeus, #ekaristi, #misa, #covid-19,
06 April 2020
Belajar dari St. Carolus Borromeus: Laku Iman Menembus Batas-Batas Pandemi

Halo Sobat YOUCAT, fenomena pandemi Covid-19 yang kita alami saat ini terasa menggemparkan dan mengubah banyak sekali hal dalam hidup harian kita. Mulai dari soal bepergian, kebersihan, jarak fisik antar orang, hingga rapat dan kegiatan keagamaan bersama pun tak luput dari perubahan. Salah satu perubahan yang mengguncang kita tentu saja adalah dalam hal keagamaan di mana sekarang di banyak tempat sudah diberlakukan Misa online via live video streaming.

Dalam sepanjang hidup kita, ini mungkin adalah pertama kalinya Gereja harus menghadapi serangan wabah hingga harus membuat langkah yang berani. Akan tetapi, bagaimana dengan Gereja di zaman dulu ketika terjadi wabah penyakit yang juga sangat besar? Wabah pes atau flu Spanyol yang menewaskan hingga jutaan orang di Eropa misalnya?

Kali ini, yuk Sobat YOUCAT kita belajar bersama kisah St. Carolus Borromeus dalam menghadapi wabah pes si tahun 1576-1578 saat beliau menjabat sebagai Uskup Agung Milan.

Dari Gereja ke Jalan, Hingga ke Rumah

Ketika wabah pes menyerang kota Milan pada tahun 1576, para pejabat pemerintahan dan orang-orang kaya memilih mengungsi ke kota lain yang lebih aman dengan kekayaan mereka. Akan tetapi, hal ini tidak dapat dilakukan oleh orang-orang sederhana dan miskin. Mereka merasa ditinggalkan dan tak berdaya. Akan tetapi, St. Carolus Borromeus, Uskup Agung Milan pada waktu itu, memilih tetap berada di Milan dan menemani umat-umatnya. Ia memberikan seluruh hartanya untuk orang-orang miskin serta berusaha menggalang dana untuk memberi makan mereka.

Namun, yang dibutuhkan umatnya tidak hanya makanan jasmani, namun juga makanan secara rohani, dan merebaknya wabah pes menyebabkan orang-orang tidak dapat berkumpul merayakan Misa di dalam gereja karena takut akan penularan wabah pes. Banyak orang mengurung diri di dalam rumah terutama mereka yang sakit dan diduga terkena pes. Di dalam situasi seperti ini, St. Carolus Borromeus membuat sebuah langkah yang berani: ia memerintahkan para imam untuk “menutup” gerejanya dan membuat sebuah altar di luar gereja dan di lapangan kota lalu merayakan Misa di sana sehingga umat bisa menyaksikan dan mengikuti Misa dari dalam rumah melalui jendela rumah mereka. Selain itu, ia juga melakukan prosesi dengan berkeliling kota sambil memadahkan litani untuk menggerakkan hati umat.

Ia juga menyebarkan secara gratis buku-buku panduan doa dan litani untuk dilakukan oleh umat di rumah mereka masing-masing pada jam-jam yang ditentukan. Lonceng-lonceng gereja dibunyikan 7 waktu dalam sehari untuk mengingatkan orang-orang waktu untuk Misa dan berdoa bersama. Pada setiap waktu lonceng dibunyikan 4 kali setiap 15 menit untuk menandakan satu jam waktu Misa dan berdoa bersama. Di perempatan-perempatan jalan, ada imam serta sejumlah umat yang memimpin doa dan madah pujian. Setelah itu, umat yang ada di dalam rumah akan segera membuka pintu dan jendela mereka lalu membalas lantunan doa dan madah pujian tersebut dari dalam rumah mereka.

Di saat itulah St. Carrolus Borromeus mengajak seluruh umatnya untuk “menghadiri Gereja dalam roh”. Ya, St. Carrolus Borromeus meminta seluruh umatnya untuk tetap bertekun mengikuti Misa dan berdoa bersama meskipun dari rumah mereka masing-masing.

Hasilnya sungguh luar biasa. Ketika wabah pes merajalela dan jalanan kota Milan menjadi sepi karena orang-orang mengisolasi diri di dalam rumah mereka untuk menghindari penularan wabah, lantunan doa, litani, dan madah pujian terus terdengar bersahut-sahutan dari jendela-jendela rumah dan menggema di seluruh jalan kota Milan. 7 waktu dalam sehari lonceng gereja dibunyikan dan pada waktu itu juga seluruh umat kompak berdoa dan melantunkan madah bersama-sama. Wabah pes tidak membuat umat Milan patah semangat dan menutup diri namun sebaliknya membuat umat semakin bersatu dalam doa. Doa yang menembus sekat-sekat tembok dan terbalas dari rumah ke rumah menunjukkan persatuan rohani umat yang menembus batas-batas fisik dan wabah.

Kekuatan Doa dan Ekaristi yang Mempersatukan Kita

Semua ini St. Carrolus Borromeus lakukan dengan segala keterbatasan yang ada waktu itu, tanpa kemewahan fasilitas internet yang kita miliki saat ini. Namun nyatanya, beliau berhasil menjaga nyala iman umatnya tetap membara di tengah wabah yang mengerikan. Hal ini menunjukkan bahwa Gereja kita telah menunjukkan daya tahan uji yang luar biasa di hadapan segala cobaan serta menunjukkan adanya pula teladan yang patut dicontoh iman dan kreativitasnya dalam menghadapi cobaan tersebut.

Nah, Sobat YOUCAT, sekarang giliran kita yang melanjutkan semangat dan perjuangan tersebut. Kita hanya perlu meniru umat Milan dalam mempertahankan imannya yaitu dengan tetap tekun berdoa dan mengikuti Misa online. Jika dulu umat Milan memenuhi jalan-jalan kota yang sepi dengan lantunan doa dan madah pujian yang bersahut-sahutan, kini dengan adanya internet, kita dapat menyebarkan pesan-pesan positif dan penuh semangat iman dalam dunia maya melalui akun-akun media sosial. Mari kita bersama-sama menggalang kekuatan doa dan pesan-pesan positif yang mampu menembus batas-batas isolasi diri dan kengerian wabah sehingga kita sebagai Gereja sungguh-sungguh mampu menjadi terang di tengah kegelapan.

Dan dalam situasi pandemi ini, mari kita ikuti pesan St. Carolus Borromeus: “Hadirilah Gereja dalam roh.”

Yuk Baca Juga

Singing on the Street and in the Home in Times of Pestilence: Lessons from the 1576–78 Plague of Milan