Bunda Maria, Seorang Gadis Yang Mengatakan Ya: Mempersiapkan Masa Muda
Kita sering tertegun dengan jawaban “ya” Maria atas kabar dari Malaikat Gabriel yang mengatakan bahwa ia akan mengandung Yesus Kristus, Sang Juru Selamat. Namun, pernahkah kita sejenak merenungkan masa-masa sebelum Maria mengatakan “ya” tersebut?
Sebagai orang yang dipersiapkan secara khusus oleh Allah untuk mengandung dan melahirkan Sang Juru Selamat, mudah bagi kita untuk membayangkan bahwa Maria adalah sosok gadis yang hidup sederhana, saleh, dan rajin berbuat baik kepada sesama. Tentu, didikan orang tua yang baik dibutuhkan agar mampu membentuk seorang anak menjadi pemuda yang baik seperti itu. Akan tetapi, bagaimana jika si anak tersebut tidak mau menjawab “ya” terhadap didikan orang tuanya tersebut?
Ya, sebenarnya Maria sendiri sudah mempersiapkan diri untuk menjawab “ya” kepada Allah dengan menjawab “ya” kepada orang tuanya. Orang tuanya mendidiknya untuk menjadi anak yang baik dan saleh, dan Maria menjawab “ya” dengan menuruti didikan orang tuanya. Maria tidak hanya pasif menerima saja kebaikan yang diberikan kepadanya namun ia juga aktif membalasnya dengan terus berlatih untuk menjadi orang yang baik dan saleh. Sikapnya yang seperti inilah yang mempersiapkannya untuk menerima rencana Allah yang besar kepadanya.
Maria adalah teladan bagi kita dalam mempersiapkan diri menanggapi panggilan Allah.
Menjawab Ya Terhadap Didikan Allah dan Sesama
Hayo, siapa di antara kita yang masih suka membandel entah itu terhadap orang tua, guru, atau bahkan teguran dari teman baik kita? Dan coba ingat-ingat, pasti kita pernah merasakan penyesalan karena kita tidak mau mendengarkan teguran-teguran tersebut, ya kan?
Atau, siapa di antara kita yang masih suka bermalas-malasan dan menunda-nunda pekerjaan? Pasti kita juga pernah merasakan bagaimana kacaunya kita kalau deadline tugas sudah mepet tapi kita belum menyentuh tugas sama sekali karena kita tadinya hanya bermalas-malasan. Atau, mungkin kita merasakannya ketika sudah dekat-dekat waktu ujian.
Coba ingat-ingat kembali, bagaimana Allah telah merencanakan orang tua kita, kapan dan di mana kita lahir, dan siapa saja yang kita jumpai dalam hidup kita! Dengan cara itulah Allah sebenarnya ingin mempersiapkan kita agar mampu menjawab “ya” akan panggilan-Nya. Dan masa muda kita saat inilah masa yang terbaik untuk mempersiapkan diri kita.
Mungkin, didikan yang Allah berikan tidak enak. Bisa jadi, orang tua kita sering menegur kita. Atau, ternyata malas-malasan itu enak ya? Akan tetapi, kita harus memahami bahwa Allah mendidik kita untuk kebaikan kita sendiri dan juga kebaikan orang lain.
Allah sungguh mengasihi kita sampai mau mengatur itu semua. Dan tentu saja, akhir dari itu semua akan baik adanya.
Yang perlu kita lakukan adalah menjawab “ya” akan didikan Allah tersebut, apa pun itu bentuknya, dan percayalah bahwa Allah telah merencanakan yang terbaik bagi kita. Sama seperti jawaban “ya” Maria akan didikan orang tuanya yang akhirnya membuatnya siap menjawab “ya” akan panggilan Allah. Toh, kalau kita terus menjawab “ya” akan didikan Allah, dengan rajin belajar misalnya, tentunya kita sendiri yang akan memetik buah manisnya seperti diterima di universitas impian kita. Dan akhirnya kita akan menjadi orang yang berguna bagi sesama kita.
Kalau kita menjawab “tidak”? Sama seperti kita tidak mau mendengarkan nasehat orang lain dan terus memilih malas-malasan, lalu ketika ujian nilai kita terus-terusan jelek dan akhirnya kita tidak dapat masuk universitas impian kita.
Yuk Direfleksikan
Lihatlah pendidikan yang sekarang aku tempuh atau pekerjaan yang sekarang aku miliki! Apakah aku menggunakannya untuk membuat diriku menjadi pribadi yang lebih baik? Apakah aku sudah belajar dengan sungguh-sungguh? Apakah aku sudah bekerja dengan penuh integritas?
Lihatlah kegiatan rohaniku selama ini! Apakah aku sudah rajin ikut misa dan berdoa? Apakah aku sudah cukup rajin menjalin relasi dengan Allah? Apa yang bisa aku lakukan untuk terus membangun hubungan yang semakin baik dengan Allah?
Rasakan dan sadari, bahwa pendidikan yang saat ini aku tempuh dan kebiasaan beribadah yang diajarkan kepadaku adalah bukti kasih orang tuaku padaku, yang sudah Allah rencanakan sedemikian rupa untukku! Apakah aku sudah cukup mensyukurinya? Wujud syukur dan terima kasih seperti apa yang bisa aku berikan?
Berangkat dari rasa syukur dan terima kasih tersebut, buatlah komitmen-komitmen agar kamu bisa menjadi orang yang semakin baik dan semakin siap untuk diutus oleh Allah!
Yuk Dibaca
Christus Vivit no 43-48, 112-117 http://www.dokpenkwi.org/2019/08/20/telah-terbit-seri-dokumen-gerejawi-no-109-christus-vivit/