Dengarkanlah Dia
“Bersukacitalah karena Tuhan, hai orang-orang benar,dan nyanyikanlah syukur bagi nama-Nya yang kudus!” (Mzm 97:12)
Apa saja yang Sobat rasakan selama pandemi Covid-19 ini? Takut, khawatir, sedih, marah? Hal-hal tersebut sangat normal untuk dirasakan! Tidak ada satupun dari kita yang pernah membayangkan atau bahkan menginginkan akan terjadinya pandemi seperti ini. Adanya pandemi Covid-19 ini telah merusak berbagai rutinitas dan kesibukan yang selama ini umumnya kita lakukan.
Kita yang pada umumnya memiliki kesibukan di ‘luar rumah’, kini diminta untuk tetap berdiam di rumah. Kita yang pada umumnya mencari ‘keramaian’ untuk bersosialisasi, kini dipaksa untuk menjaga jarak dan menjauh dari keramaian. Oleh karena itu, tidaklah mengherankan jika kita merasa tidak nyaman dengan situasi seperti ini. Situasi yang tidak nyaman ini, tidak jarang membuat kita bertanya kepada Tuhan, “Mengapa situasi ini terjadi Tuhan? Apakah ini semua karena dosa dan salah kami sebagai manusia?”
Sobat, marilah kita sedikit berfleksi dan berusaha mencari hal baik atas pandemi yang saat ini sedang terjadi.
Sadar ataupun tidak, pandemi akhirnya secara tidak langsung ‘membantu’ kita untuk menjalani “retret pribadi”, dimana kita dibawa untuk mengambil jarak dengan hiruk pikuk keramaian dunia luar. Selama ini kita seperti senantiasa berlari dan tidak memiliki waktu untuk berhenti, selalu sibuk dan seakan tidak memiliki waktu untuk sendiri dan mengenali diri - pandemi ini memberikan kita waktu untuk lebih banyak sendiri dan mengenali diri. Terkhusus, kita memiliki waktu untuk kembali mendengarkan suara-Nya, yang mungkin tidak pernah terdengar ketika kita sibuk dengan berbagai macam urusan dan keramaian di luar sana.
Suara Allah tak lagi didengar, suka cita kasih-Nya tak lagi dirasakan, dan keinginan untuk berbuat baik pun menghilang (Evangelii Gaudium art. 2).
Pandemi menjadi salah satu kesempatan kita untuk mengambil jarak dari keramaian dan kembali mendengarkan suara-Nya. Seperti halnya Yesus yang menjaga jarak dari keramaian dan berbicara dengan Allah (bdk. Mrk 9:2), kita pun diundang untuk mengikuti teladan Yesus dan berusaha untuk mencari dan mendengarkan suara-Nya. Tentu suara Tuhan yang kita dengar tidaklah selalu dalam bentuk audible, namun Ia berbicara dalam hati kita, pribadi lepas pribadi, dan ketika kita mengenal-Nya juga Firman-Nya, kita tahu ketika Ia tengah berbicara dengan kita.
Inilah Anak yang Kukasihi, Dengarkanlah Dia! (Mrk 9:7)
Tanggal 6 Agustus ini, secara khusus Gereja memperingati Pesta Yesus Menampakkan Kemuliaan-Nya. Yesus yang adalah Anak Allah, menampakkan ‘Kemuliaan-Nya’, di hadapan ketiga murid-Nya. __Lalu, apa makna ‘Pesta Kemuliaan Tuhan’ bagi kita yang saat ini sedang menghadapi pandemi? Apakah Pesta Kemuliaan Tuhan ini masih relevan bagi kita yang saat ini sedang menderita? __
Sobat, perlu diketahui bahwa kemuliaan yang ditampakan oleh Yesus di Gunung Tabor bukan sekadar kemuliaan manusiawi yang identik dengan kemegahaan, kebahagiaan, dan sukacita. Namun, sebaliknya, kemuliaan Yesus identik pula dengan penderitaan yang akan Ia alami dalam peristiwa Salib, yang kita tahu akan membawa kepada keselamatan.
Kita perlu menyadari bahwa ketika Yesus menampakan kemuliaan-Nya di Gunung Tabor, dapat disamakan dengan penderitaan yang ia alami di Kalvari. Kemuliaan dan Penderitaan yang Yesus alami sama-sama ditampakkan di atas sebuah gunung. Selain itu, Kisah Yesus dimuliakan di atas gunung, diapit oleh dua kisah tentang pemberitahuan tentang penderitaan Yesus.
Lalu, apa yang dapat kita pahami dari kisah Yesus menampakkan Kemuliaan-Nya dan situasi pandemi yang saat ini tengah kita alami?
Sobat, kemuliaan bagi kita orang beriman, tidak dapat dipisahkan dari penderitaan. Justru di atas Salib-lah, Kemuliaan Yesus tampak secara nyata. Salib adalah tahta-Nya dan mahkota duri adalah mahkota kemuliaan-Nya. Kita harus yakin bahwa, justru dalam pandemi inilah salah satu jalan untuk kita mencapai kemuliaan. Pandemi yang merupakan wujud penderitaan kita, merupakan salah satu cara kita untuk mencapai kemuliaan.
Bagaimana caranya kita melihat kemuliaan dan mencapai kemuliaan itu sendiri?
Kemuliaan yang dimaksud di sini adalah tujuan akhir kita nantinya, yaitu hidup kekal bersama-Nya. Kita tahu bahwa kedamaian dan kebahagiaan sejati tidak dapat diperoleh di dunia ini. Namun selama kita hidup di dunia ini, kita dapat tetap dekat dengan-Nya, dan merasakan kedamaian dan ketenangan itu. Bagaimana caranya?
Salah satu caranya adalah, kembali datang kepada-Nya, dan mendengarkan suara-Nya.
Allah senantiasa berbicara kepada kita, tetapi karena berbagai “keramaian” yang ada di sekitar kita, entah disebabkan oleh kesibukan dan ketidak-acuhan diri kita sendiri, ataupun dipengaruhi oleh faktor eksternal (seperti godaan), membuat suara-Nya tidak terdengar. Saat ini, kita diundang dan ditantang untuk kembali mendengarkan-Nya.
Namun pertanyaannya, berani dan maukah kita untuk kembali mendengarkan suara-Nya yang lembut dan menenangkan?
Adakah Tuhan di tengah-tengah kita (Kej 17:7) ... Tenanglah! Aku ini, jangan takut! (Mrk 6:50) .. Aku menyertai kamu senantiasa sampai kepada akhir zaman (Mat 28:20)
Ketika kita sudah dapat kembali mendengarkan suara-Nya, jangan biarkan apapun mengalihkan perhatian kita! Berdiam dirilah, tetap hening, dan dengarkan. Yakinlah bahwa suara-Nya akan menuntun dan memberikan ketenangan atas ketakutan, kekecewaan, kemarahan, dan kesedihan yang mungkin kita rasakan selama pandemi ini.
Selain itu, situasi pandemi ini membantu kita untuk mengasah kembali sisi kepekaan kita sebagai manusia untuk saling membantu. Kita diajak untuk tidak hanya memikirkan diri kita sendiri, namun juga melihat di sekitar kita. Dibandingkan kita mengeluh, kita dapat memilih untuk mendengarkan jeritan sesama kita yang membutuhkan bantuan.
Kita menyadari bahwa Yesus saat ini hadir di tengah sesama kita, bahwa Ia juga tengah memanggil kita semua untuk mendengarkan Dia, juga untuk mendengarkan sesama kita. Bahwa kita juga dipanggil di tengah segala kesibukan kita, untuk mengasihi mereka, dengan kasih yang telah Yesus berikan kepada kita.
Tuhan, aku telah membiarkan diriku menjauh dari-Mu, dengan berbagai kesibukan dan keramaian. Namun, saat ini, aku ingin berjuang untuk kembali mendengarkan-Mu. Bantulah aku, agar aku dapat peka dalam mendengarkan suara-Mu. Bantulah aku, agar aku juga dapat peka mendengarkan suara jeritan sesamaku. Amin.
Oleh : Bernardus Aris Ferdinan | @bernardusferdinan