HATI KUDUS YESUS SEBAGAI SUMBER PENGHAYATAN EKARISTI

11 June 2021
HATI KUDUS YESUS SEBAGAI SUMBER PENGHAYATAN EKARISTI

Oleh: Richardo Rillyanugraha Pada hari Jumat ketiga setelah hari raya Pentakosta, Gereja Katolik memperingati hari raya Hati Yesus Yang Mahakudus, juga selama bulan Juni Gereja mengajak seluruh umat beriman untuk mengembangkan devosi terhadap Hati Yesus Yang Mahakudus. Munculnya perayaan Hati Kudus Yesus didasari pada devosi yang kuat yang sering dilakukan oleh umat beriman pada sekitar abad 10. Devosi terhadap Hati Kudus Yesus pertama-tama merupakan bentuk penghormatan kepada kemanusiaan Kristus, dimana Gereja berpendapat bahwa kodrat manusia Yesus dan kodrat Ilahi Allah-Putra menyatu dalam satu pribadi, yaitu Pribadi Allah-Putra. Dasar injili devosi ini adalah kesaksian Yohanes yang mengatakan bahwa lambung Yesus ditikam tombak serdadu serta mengalirlah darah dan air. Dengan demikian terpenuhi sabda Yesus yang mengatakan “Dari dalam hati akan mengalir aliran-aliran air yang memberi kehidupan” (Yoh 7:38, Bdk. Yoh 19:34-37).

Devosi Hati Kudus Yesus secara khusus mengambil bentuk Adorasi kepada Hati Kudus Allah-Putra, yang berakar pada penghormatan bagi luka-luka Yesus Kristus, Sang Penebus. Oleh sebab itu, simbol Hati Kudus Yesus dilambangkan dengan hati yang tertikam. Devosi terhadap Hati Yesus Yang Mahakudus terus berkembang dari masa ke masa, hingga pada tahun 1856 Paus Pius IX menetapkan perayaan Hati Kudus Yesus sebagai perayaan liturgis.

Dalam Konstitusi Dogmatis mengenai Gereja (Lumen Gentium), telah dibicarakan mengenai Gereja yang lahir dari lambung tertikam Sang Penebus (LG 3). Para Bapa Gereja dalam Konsili Vatikan II telah melihat hal ini sebagai sumber penghayatan akan iman kristiani. Ini merupakan suatu bentuk penghayatan yang nyata akan hidup sejati dalam Roh Kudus yang diberikan Kristus kepada manusia pada saat Ia wafat di kayu salib, melalui darah dan air yang keluar dari lambung Yesus. Darah dan air itu telah menunjukkan bagaimana rahmat yang diberikan sampai kepada kita saat ini. Lambung Yesus yang tertikam menjadi sumber keselamatan setiap orang.

Pemahaman dan pengertian kita akan lambung Yesus yang terluka membawa kita pada penghormatan yang mendalam terhadap Ekaristi, sebab melalui darah dan air yang mengalir dari lambung Yesus mengalir pula sakramen-sakramen Gereja. Kita tahu bahwa seluruh kehidupan dan perayaan sakramen-sakramen berpuncak pada Ekaristi, yang merupakan sumber kehidupan yang mengalir dari lambung Yesus yang terluka. Oleh sebab itu, devosi terhadap Hati Yesus Yang Mahakudus erat kaitannya dengan perayaan Ekaristi.

Ekaristi merupakan ungkapan kasih Kristus kepada manusia. Dalam perayaan Ekaristi, Yesus mengorbankan seluruh hidup-Nya untuk keselamatan manusia. Kita perlu meningkatkan penghayatan kita pada Kristus dalam perayaan Ekaristi sehingga cinta Yesus sendiri mengalir pula dalam diri kita dan kita mampu untuk membagikan cinta tersebut kepada sesama. Hati Kudus Yesus merupakan lambang cinta yang sangat indah. Dengan berdevosi kepada-Nya, kita diharapkan mampu meneladani cinta tersebut sehingga apa yang telah dikorbankan oleh Yesus tidaklah sia-sia.

Hari raya Hati Kudus Yesus sungguh merupakan warisan berharga yang telah diberikan Gereja kepada seluruh umat beriman. Dengan demikian, Hati Yesus Yang Mahakudus mempunyai makna yang besar dalam kehidupan beriman umat katolik. Semangat Hati Kudus Yesus sangat relevan dengan kondisi saat ini, dimana dunia membutuhkan cinta dan perhatian yang lebih besar. Penghayatan terhadap Hati Kudus Yesus dapat kita baktikan dengan membuka diri bagi sesama, menyadari kehadiran Yesus melalui berbagai penderitaan yang ada saat ini. Sebagai murid dan rasul Kristus, kita harus ikut ambil bagian dalam mencari upaya-upaya untuk membangun kehidupan masyarakat yang lebih manusiawi, lebih harmonis, dan menjunjung tinggi nilai-nilai cinta kasih dan solidaritas.

Dalam kehidupan menggereja, perlu dikembangkan kesadaran bahwa devosi juga dapat menggerakkan hidup beriman, bukan hanya untuk memupuk iman sendiri. Hal ini akan membawa kesadaran akan misi Gereja yang lebih luas, terutama perhatian kepada orang miskin. Sebagai anggota Gereja, kita perlu menyelaraskan hidup devosi dengan hidup liturgis, serta saling mendukung satu sama lain dalam hidup kerasulan. Itu semua akan mungkin terjadi bila sebagai umat beriman, kita sendiri mampu menghayati misteri Kristus yang dilambangkan dalam Ekaristi. Melalui Ekaristi, kita memperoleh semangat dan keberanian untuk terus berkarya dan membaktikan diri bagi Gereja dan masyarakat.