Memahami Belas Kasih Allah dari Kisah Hosea
Melalui kisah Hosea, kita dapat merenungkan bahwa dalam perjalanan kehidupan ini, kita akan selalu menjumpai ada dua sisi. Sisi sebagai Hosea dan sisi sebagai Gomer (istri dari Hosea). Jika kita mengingat peribahasa “air susu dibalas dengan air tuba”, maka Hosea menggambarkan seseorang yang memberikan air susu - yang diwujudkan dengan kesetiaan; sedangkan Gomer menggambarkan air tuba, yang dilambangkan dengan ketidaksetiaan. Gomer telah diberi segala kebaikan dan cinta, namun dibalas dengan ketidaksetiaan.
Setia, sebuah kata sederhana yang mudah diucapkan namun sulit dilakukan. Dan dari Hosea, kita belajar tentang arti setia.
Setia Akan Kehendak Allah Seringkali kita mengalami saat dimana ketika berdoa memohon sesuatu, namun ternyata Tuhan malah memberikan sesuatu yang jauh dari apa yang kita pikirkan atau bayangkan, sama sekali. Belum lagi terkadang Ia meminta sesuatu yang, hmmm, absurd. Seperti Hosea yang diminta untuk memperistri perempuan (maaf) sundal oleh Allah (Hosea 1:2). Bagi kita di masa ini, jika diminta hal demikian, pasti kita akan berpikir dua kali, bahkan ribuan kali. “Ini serius, Tuhan? Yang benar saja… apa pendapat orang nanti?!”
Namun uniknya, ketika kita terus untuk membaca kitab Hosea, kita tak menjumpai pergumulan dari Hosea setelah mendapatkan perintah dari Allah. Bagaimana dengan kita? Tidak, tidak perlu harus berpikir sampai Allah meminta kita semua memperistri perempuan seperti Gomer, tidak perlu berpikir juga bahwa kita tidak boleh bergumul. Bahkan ketika Allah meminta hal lain dan kita bergumul dalam waktu lama pun, kita memiliki tendensi untuk berpikir ulang seribu kali, bertanya-tanya, dan menghindar, “Ini benar atau tidak, ya? Ah, Tuhan, Engkau pasti tengah bercanda!” hingga akhirnya kita menjawab, “Tidak, Tuhan… Ini terlalu susah! Saya akan mencari yang lainnya, yang lebih nyaman… dan lebih mudah.”
Tidakkah kita semua sering bersikap seperti itu?
Setia Akan Jawaban dan Keputusan Kita Setelah mengikuti kehendak Allah dengan memperistri Gomer, Hosea tidak berhenti sampai di situ saja, “oh saya sudah memperistri Gomer, berarti tugas saya selesai!” - tidak, tidak. Ia mengambil keputusan untuk tetap mencintai Gomer walaupun ditinggalkan dan dikecewakan. Bahkan Hosea rela membayar kembali Gomer untuk kembali menjadi istrinya dan dibawa pulang kembali ke rumah. Ia memutuskan untuk tetap setia sebagai seorang suami yang begitu mencintai istrinya. Walaupun banyak mengalami penghianatan, karena ia telah memutuskan untuk menjawab panggilan Allah untuk memperistri Gomer, maka ia tahu bahwa konsekuensinya adalah ia setia hingga akhir, sesulit apapun itu.
Sering kali dalam perjalanan hidup kita, kita kurang setia dengan proses yang Tuhan berikan kepada kita. Kita menuntut segalanya serba instan. Doa harus dijawab dalam waktu singkat dan instan, karya pelayanan juga maunya mendapatkan hasil yang instan. Kemudian baru melangkah setengah jalan dan dihadapkan pada permasalahan, sudah memilih untuk undur diri. Ketika mengalami dikecewakan, ditinggalkan, kita semua menjadi sakit hati, dan tidak mau melayani lagi.
Jika saat ini kita merasa dikecewakan dan ditinggalkan, maka ingatlah akan Hosea. Dengan kerendahan hatinya, Hosea mau datang menghampiri Gomer. Membutuhkan penyangkalan diri yang luar biasa, juga kerelaan untuk mau mengampuni, karena Hosea tak kan mungkin menghampiri Gomer jika ia belum mau dan mampu memaafkan. Kerendahan hati juga diperlukan untuk menerima segala persoalan yang dihadapi, juga untuk mengampuni. Sudahkah kita mempunyai hati yang mau mengampuni? Sudahkah kita mau memohon rahmat Allah agar kita dapat rendah hati dan memampukan kita untuk mengampuni, bukannya malah lari?
Menerima Kembali Kita juga bisa belajar bahwa kisah Hosea sendiri seperti menggambarkan bagaimana kasih Allah kepada kita, anak-Nya. Lewat perkawinan Hosea dan Gomer inilah. Allah ingin menunjukan kasih kemurahan-Nya yang begitu besar kepada kita semua. Meskipun Ia disakiti, diduakan, dan ditinggalkan, namun Allah tetap tidak lelah mencari kita semua, dan berusaha menarik kita kembali kepada-Nya, agar kita memperoleh keselamatan. Banyak dari kita saat ini yang bersikap seperti bangsa Israel ; walaupun sudah diberikan anugerah yang begitu besar (keluar dari tanah Mesir, diberi makan dan minum di padang gurun, diberikan rambu-rambu dalam hidup melalui 10 perintah Allah), namun dengan mudahnya berbalik kepada Allah, menduakan Allah dengan sembari berdoa kepada Baal. __Dengan kata lain, sudah diberi air susu, malah dibalas dengan air tuba. __
Sebagai manusia biasa, tentu akan marah jika diperlakukan seperti itu. Tentu ingin membalas supaya mereka bisa mendapatkan sakit yang setimpal! Enak saja dibalas dengan kebaikan dengan mudahnya! Namun, tidak demikian halnya bagi Allah. Gambaran Allah yang Maharahim tampak dalam diri Hosea yang mau mencari dan menyelamatkan Gomer untuk kembali pulang ke rumah, juga seperti seorang Bapa yang tetap menyambut anaknya yang hilang, yang kembali ke rumah (Hosea 3:1-5) .
Allah kita adalah Allah yang penuh belas kasihan, Ia tidak akan pernah meninggalkan kita sendirian. Kasih Allah puncaknya terlihat pada Yesus, bagaimana Yesus mengampuni para pendosa yang dijumpai-Nya selama karya-Nya, seperti perempuan yang berzinah, juga ketika Ia memberikan Diri-Nya untuk menderita dan disalibkan, bagaimana Ia tetap mengampuni mereka yang menyalibkan Dia, juga penjahat yang disalibkan bersama-Nya.
Kerahiman Allah nampak nyata di dalam gereja kita melalui Sakramen Rekonsiliasi. Saat Allah memberikan tawaran pengampunan itu, maka marilah kita membuka hati untuk menanggapi tawaran Allah itu! Tak peduli seberapa pun besar dosa kita, tak peduli meski kita selalu mengulangi dosa-dosa yang sama, __Allah kita adalah Allah yang Maharahim. Ia mau mengampuni kita, asalkan kita mau datang kepada-Nya. __
Gambaran Kisah Hosea adalah Gambaran Kehidupan Kita Dalam hidup ini, sebagai anak-anak Allah kita juga punya tanggung jawab seperti Hosea. Menanggapi panggilan Allah dalam setiap pekerjaan dan pelayanan kita. Melayani di gereja, melayani di lingkungan tempat tinggal, atau dimanapun Tuhan menempatkan kita. Namun tak jarang juga kita bersikap seperti Gomer. Kita sudah diberi kesempatan dan kenyamanan, namun kita mudah lari dan meninggalkan, lalu mencari sesuatu yang sesungguhnya hanya dapat memberi kesenangan sesaat saja.
Contohnya: Sudah diberi kebebasan untuk mengelola keuangan oleh orang tua, namun malah menyalahgunakan kebebasan yang diberikan. Sudah berkomitmen untuk hidup taat dan menjaga perkataan serta perilaku setelah rekoleksi/menerima sakramen pengampunan, namun sedikit digoda saja sudah lupa dengan komitmennya dan jatuh lagi ke dalam dosa dengan mudahnya.
Sebagai orang Kristiani kita patut berbahagia, bahwa kita mempunyai sosok pribadi yang tak pernah jemu-jemu menerima kita yang berdosa ini untuk datang kepada-Nya. Hosea membayar Gomer dengan lima belas syikal perak dan satu setengah homer jelai - mungkin saat itu nilainya cukup banyak, namun Yesus membayar kita dengan harga yang tak ternilai yaitu dengan wafat-Nya di kayu salib (1 Petrus 1:18-19). Bukankah sangat keterlaluan ketika kita sudah ditebus, namun kita masih begitu tegar hati dan tidak mau kembali kepada Yesus?
Dari Hosea, kita belajar bagaimana kasih dan kerahiman Allah yang luar biasa kepada kita, para pendosa. Dan dari Hosea, kita belajar untuk terus berjuang sampai akhirnya Tuhan mendapati kita tetap setia.