#Share | Belajar Setia Lewat Doa Rosario
Merefleksikan peristiwa yang saya alami ini, membuat saya teringat akan perikop, “Tetapi ibu Yesus berkata kepada pelayan-pelayan: “Apa yang dikatakan kepadamu, buatlah itu!’” (Yohanes 2:5).
Peristiwa ini terjadi pada awal tahun 2020, tepatnya awal bulan Januari, sebelum pandemi melanda Indonesia. Di awal tahun itu, saya masih ingat pada suatu ketika pada pukul 3 pagi, saya terbangun. Lalu, entah dapat ide dari mana, saat pertama kali bangun saya kemudian langsung berdoa Rosario. Dan hal itu terjadi seterusnya, setiap dini hari saya terbangun antara pukul 2 hingga 3 pagi, dan saya lanjutkan dengan berdoa Rosario.
Hal tersebut tidak menyusahkan saya, saya merasa senang ketika setiap pagi selalu terbangun. Sejak tahun 2018 hingga tahun 2019, ketika saya harus pergi ke luar pulau untuk pelayanan dan mendapat jam penerbangan pagi, saya harus pasang alarm yang keras dari 2 gadget yang saya punya. Itupun seringkali masih perlu meminta bantuan orang rumah untuk membangunkan saya. Hal tersebut disebabkan karena di tahun 2018, saya pernah punya pengalaman bangun kesiangan dan harus “kejar-kejaran” dengan pesawat. Itu menjadi trauma tersendiri bagi saya jika mendapat penerbangan pagi.
Namun berbeda dengan awal tahun 2020, saya merasa tenang karena dijamin sudah pasti bangun pagi. Pengalaman ini terbukti saat saya harus ke Ruteng di akhir bulan Januari 2020 dengan penerbangan pagi. Setelah berdoa Rosario, saya lanjut persiapan perjalanan dari rumah ke bandara, mengingat itu penerbangan pertama di pagi hari. Perjalanan lancar dari Bandara Adisucipto hingga transit di Bandara Ngurah Rai, Denpasar. Ada waktu 1,5 jam sebelum lanjut penerbangan dari Denpasar ke Labuan Bajo. Jam sudah menunjukan pukul 10.00 tapi belum ada tanda-tanda penumpang disuruh masuk lagi ke pesawat hingga akhirnya pukul 11.00 dinyatakan pesawat cancel. Penerbangan diganti esok hari dengan jam yang sama dan para penumpang akan diinapkan di hotel.* Wah, senangnya bisa mendapat liburan gratis di Bali sehari!* Karena sebenarnya saya mulai mengisi sesi pada hari Selasa malam, sedangkan saya berangkat pada hari Senin, dengan harapan bisa istirahat sehari di Ruteng mengingat perjalanan jauh dari Labuan Bajo menuju ke Ruteng.
Di tengah menunggu perkembangan di bandara ternyata sudah ada pesan Whatsapp yang masuk di HP saya, bahwa yang menjemput saya sudah sampai di Bandara Komodo, Labuan Bajo. Di tengah suasana senang itu saya harus berpikir cepat, kalau saya ambil penerbangan yang esok hari, lalu bagaimana nasib supir yang sudah menjemput saya? Dan jika dia sudah ada kerjaan lain esok harinya, apakah akan ada yang nantinya dapat mengantar saya? Lalu saya meminta supir yang sudah menjemput untuk menunggu di Bandara Komodo, sambil saya mencari penerbangan dengan pesawat yang lainnya. Akhirnya didapat penerbangan sore hari. Lalu dalam hati saya bilang, “Ah, tak apa-apa besok-besok saya akan liburan di Bali.”
Ternyata apa yang saya ucapkan dalam hati itu, benar-benar terwujud di minggu kedua bulan Februari, teman saya menawarkan untuk menemani jalan-jalan ke Bali! Woww!
Tidak lama setelah itu, pada minggu kedua di bulan Maret, pandemi melanda Indonesia. Agenda saya di tahun 2020 menjadi banyak yang batal. Namun anehnya, saya merasa tenang dan tidak menggerutu dengan situasi yang ada. Dalam segala keterbatasan, saya malah sempat membuat video pendampingan iman anak bersama keluarga yang tayang di channel Youtube saya (Catatan Sigal) untuk mengisi sekolah minggu online. Saya melakukan semuanya sendiri, dari shooting, editing, dengan hanya menggunakan handphone saja dan lokasinya juga di rumah sendiri.
Pertanyaan kenapa saya selalu bangun di antar pukul 2 hingga 3 pagi akhirnya terjawab setelah saya doa Rosario di bulan Agustus, saya selalu melanjutkannya dengan membaca bacaan sesuai dengan kalender liturgi Gereja, dan bacaannya tentang Yesus berjalan di atas air. Pukul 3 pagi Yesus datang dengan berjalan di atas air, dan berkata kepada Petrus, “Tenanglah! Aku ini, jangan takut!”
Setelah membaca perikop ini, saya merefleksikannya dengan peristiwa yang sudah terjadi selama pandemi di bulan Maret, April, Mei, Juni, Juli, Agustus. Saya menyadari selama itu saya begitu tenang dalam menghadapi situasi yang melanda, walaupun tak dipungkiri itu terasa berat. Dalam kontemplasi, saya menemukan “kenapa pagi dini hari?”. Karena di dalam situasi yang tenang, maka suara “Tenanglah! Aku ini, jangan takut!” akan terdengar jelas dibandingkan dengan saat di siang hari.
Dari peristiwa itu saya menemukan pengalaman yang sungguh nyata akan tulisan "Per Mariam Ad Jesum" (Melalui Maria sampai kepada Tuhan Yesus). Melalui keheningan doa Rosario yang didaraskan tiap pagi/dini hari ternyata menghantarkanku kepada Tuhan Yesus.
Keajaiban doa Rosario selanjutnya juga terjadi saat di bulan Agustus. Saya berkata dalam dalam hati, “Ah saya mau membuat presentasi slide untuk bahan workshop supaya jika tahun depan pandemi berlalu bisa digunakan.” Eh, tak berapa lama, di akhir bulan Agustus saya mendapat undangan untuk mengisi workshop guru-guru agama Katolik se-Jawa Tengah di Bandungan. Itu pengalaman saya pertama kali sejak pandemi mengisi pelatihan. Peristiwa selanjutnya datang di bulan September, saat saya bersama teman-teman sedang persiapan sekolah minggu di gereja. Karena gereja kami dekat dengan stasiun Tugu, maka sering terdengar suara kereta api. Lalu dalam hati saya berkata, “Ah Tuhan, aku jadi kangen dengan perjalanan naik kereta api. Kangen dengan suasananya, pemandangannya.” Lalu tepat di hari ulang tahun saya saya beneran naik kereta api, walaupun pendek jaraknya, Jogja-Solo, untuk mengisi pelatihan di paroki Kleco.
Sampai hari ini, saya masih terus terbangun dan berdoa Rosario. Kehidupan doa saya pun berkembang seiring berjalannya waktu. Oleh karena itu, hingga detik ini saya tak pernah bosan atau jenuh berdoa Rosario, karena selalu ada hal baru yang Tuhan tambahkan kepada saya. Yang dulunya terbangun-berdoa Rosario-tidur lagi, kemudian bertambah menjadi sehabis doa Rosario lalu doa pagi. Lalu setelah itu bertambah dengan membaca bacaan Alkitab sesuai kalender liturgi gereja. Lalu bertambah lagi dengan meditasi. Setelah meditasi bertambah lagi berdoa Devosi kepada Santa Perawan Maria Pengurai Simpul Masalah. Lalu di akhir doa yang kurang lebih 1 jam yang saya lakukan saya tutup dengan lagu Ambilah Ya Tuhan (Doa Suscipe Santo Ignatius Loyola).
Saya dulu berpikir waktu 1 jam sudah cukuplah Tuhan. Ternyata di awal masa PPKM itu dimana gereja-gereja kembali ditutup. Saya diingatkan saat mendaraskan doa Rosario peristiwa cahaya dimana peristiwa kelima Yesus menetapkan Ekaristi. Saya diingatkan, “Ayo Ekaristi harian! Percuma kamu mengucapkan peristiwa kelima namun tak mengikuti Ekaristi.” Setelah rangkaian doa selama satu jam itu, saya mencari paroki yang mengadakan Ekaristi harian. Karena saya tinggal di waktu Indonesia Barat, maka saya mencari paroki yang ada di waktu Indonesia Tengah atau Timur, dan biasanya saya ikut di Paroki Maria Assumpta, Kupang atau pusat pastoral Banjarmasin, dimana dua tempat itu pukul 05.30 WIB sudah mulai perayaan Ekaristi.
Itu hanya secuil pengalaman saya. Sebenarnya masih banyak mukjizat yang ada berkat doa Rosario. Masih dalam angan-angan saya untuk membukukan pengalaman ini. Tentang doa Suscipe dari St.Ignatius Loyola yang sering saya gunakan sebagai penutup rangkaian doa.
Sampai detik ini saya menghidupi kehidupan doa pagi saya seperti Petrus, Yakobus dan Yohanes yang sedang diajak Tuhan Yesus naik ke gunung Tabor. Saya belum sampai puncaknya, masih terus berjalan bersama Yesus dan saya berharap kelak bisa sampai puncak dan Tuhan Yesus mendapati aku masih tetap setia.
Tanpa disadari proses permenungan saat saya menulis ini mengantarkan kepada motto saya saat biasanya CV saya dibacakan: “Kuberjuang sampai akhirnya Kau dapati aku tetap setia.”
Setialah seperti pelayan-pelayan yang sudah mempersiapkan bejana-bejana kosong untuk siap diisi air kehidupan! Kelak saat Yesus mengisi bejanamu, kamu sudah siap.