#Share: Rosario itu Ibarat Kebun
“Saya tertarik berdoa Rosario karena menurut seorang pembicara rosario itu ibarat kebun”
Begitu kata sobat kita Nany Jean dari Paroki Vincentius A Paulo Surabaya.
Yuk kita dengarkan curhatnya menjaga kebun hatinya tetap subur.
Lihat Kebunku
Dulu waktu lulus SMP, saya mengikuti Adore Youth Congress. Saya tertarik berdoa Rosario karena menurut seorang pembicara rosario itu ibarat kebun. Saya berharap bisa mempersembahkan bunga-bunga mawar segar dari hati saya kepada St. Perawan Maria.
Setelah mengikuti acara tersebut saya sering berdoa rosario setiap hari. Tapi hanya beberapa bulan saja. Harus saya akui mendoakan rangkaian lima puluh Salam Maria setiap harinya cukup membosankan.
Memasuki kuliah, saya berdoa rosario hanya jika saat ujian tengah dan akhir semester. Saya berharap mendapatkan pertolongan pada saat menjawab soal-soal yang sulit. Hasil yang saya dapatkan memang IPK saya dari semester satu sampai semester delapan stabil.
Tapi, pada semester tujuh, saya gagal sidang proposal, dan baru bisa sidang proposal di semester delapan. Saya sangat berharap bisa melaksanakan sidang skripsi di semester sembilan. Sayang, sungguh teramat sayang, hasil penelitian saya tidak menunjukkan lampu hijau. Saya mulai berdoa rosario lagi pada Pembukaan Doa Rosario pada 1 Oktober 2019 agar saya diberikan kekuatan untuk bangkit dan memulai mengerjakan skripsi saya.
Semester sepuluh pun harus saya jalani. Di semester ini saya kemudian mengikuti sidang skripsi pada akhir semesternya. Setelah sidang skripsi, saya harus berjuang untuk mengerjakan revisi skripsi. Batas bebas revisi skripsi saya dari tanggal sidang hanya tiga bulan saya. Namun jika saya bisa bebas revisi dua bulan saja, saya bisa ikut yudisium di bulan Juli dan mengambil studi Profesi Apoteker bersama teman-teman saya.
Namun sayang, saya tidak mendapat kesempatan itu. Saya harus mengikuti yudisium periode selanjutnya. Hanya tinggal saya dan tiga orang teman saya saja. Kami pun tidak bisa mengambil studi profesi saat itu juga. Rasanya malu dan kecewa, merasa Doa Rosario sia-sia saja. Rasa kecewa pun datang lagi, sepertinya Doa Rosario saya tidak memberikan pengaruh pada saya. Ketika saya batal yudisium, saya mendapatkan seorang pembimbing rohani. Dia seorang selibater awam dan dosen tetap di fakultas saya. Dengan sabar dia menasihati saya pada segala hal yang berkenaan dengan skripsi, yudisium, Injil, dan apa saja yang perlu diperbaiki dalam kejiwaan saya. Ibu selibater itu juga yang membuat saya sadar akan tiap kesalahan saya pada dosen dan karyawan-karyawati selama saya skripsi.
Saya ingat akan tiap kesalahan itu dan mulai introspeksi diri. Saya harap tidak akan ada lagi yang akan menghambat langkah saya seperti yang saya alami saat ini.
Saya jadi ingat, pada 25 Januari 2020, kira-kira pkl. 02.30 WIB dini hari. Saya bermimpi Bunda Maria berbincang bersama Tuhan Yesus yang duduk di matahari. Bunda Maria turun melalui gunung dan meminta tangan saya. Saya memberikan tangan saya dan Bunda Maria membimbing langkah saya masuk ke dalam sungai. Sungai itu airnya hanya mencapai dengkul saya. Di seberang sana, ada beberapa biarawati yang turun ke air juga. Mereka semua berhadapan dengan kami dan berlutut menyembah Bunda Maria di samping saya.
Ketika bangun dari mimpi tersebut, saya yakin bahwa Bunda Maria tidak pernah melepaskan tangan saya sama sekali. Jam 03.00 WIB dini hari saya terbangun karena haus. Saya mengira itu hanya sebuah mimpi biasa saja. Tapi Bunda Maria benar-benar mengirimkan seorang penolong bagi saya. Beliau merupakan selibater awam. Saya yakin, beliau pasti rajin berdoa rosario dan banyak berdoa. Saya bersyukur dan saya yakin Bunda Maria tidak akan berhenti menolong saya. Berkat pertolongan Bunda Maria, sampai saat ini dalam satu minggu saya masih berdoa rosario selama lima atau enam hari meskipun di luar Bulan Rosario sekalipun.
“Walaupun sering kecewa dengan doa yang tidak terkabul namun saya merasa senang dan terhormat jika Bunda Maria menerima mawar segar dari hati saya…”