Solidaritas Demi Perdamaian: Keteladanan Mgr. Albertus Soegijapranata, Uskup Pribumi Pertama
Halo sobat Youcat Indonesia. Masih ingatkah kalian akan film Soegija tahun 2012 silam yang menceritakan kisah seorang Mgr. Albertus Soegijapranata di tengah gejolak perang? Nah, kalau ada yang belum nonton, bisa ditonton nih nanti filmnya.
Tapi, mengapa ya kira-kira beliau bisa sampai jadi tokoh pahlawan nasional sampai kisahnya diangkat jadi film? Apa ya yang bisa kita teladani sebagai orang muda Katolik zaman now ini?
Yuk kita simak. . .
Solidaritas Demi Indonesia
Soegija lahir pada 25 November 1896 dari keluarga abangan yang dekat dengan Islam. Ia bukanlah orang Katolik dari sejak lahir. Ia baru mengenal Katolik ketika ia bertemu dengan Romo van Lith yang mengajaknya untuk sekolah di Sekolah Guru di Muntilan. Sejak bersekolah di sekolah guru itulah, ia mulai tertarik akan ajaran Katolik dan keteladanan para romo dalam mengajar. Akhirnya, pada 24 Desember 1909, ia dibaptis dengan nama baptis Albertus.
Setelah setahun mengajar, tahun 1915 ia merasa terpanggil untuk menjadi imam. Ia pun menjalani pendidikan imamat di Belanda. Ia ditahbiskan pada tanggal 15 Agustus 1931 di Maastricht, Belanda. Kemudian, pada 6 November 1940, ia ditahbiskan menjadi Uskup Agung untuk daerah Vikariat Apostolik Semarang.
Mgr. Soegija sadar ia menjadi pemimpin umat di tengah kondisi perang. Dalam keadaan perang seperti itu, ia gigih dalam melayani kebutuhan rohani umatnya serta memberi dukungan penuh terhadap Indonesia. Ia mempertahankan gereja-gereja dari penyitaan tentara Jepang, tetap bertahan di Semarang meski terjadi perang di Semarang (15-20 Oktober 1945), dan bahkan ikut pindah ke Yogyakarta ketika ibukota pindah dari Jakarta ke Yogyakarta (4 Januari 1956).
Mgr. Soegija lebih memilih sengsara bersama umat dan rakyat Indonesia daripada mencari aman bagi dirinya sendiri. Dan keberadaannya tentu memberikan kedamaian dan keteduhan bagi orang-orang di sekitarnya.
Ia turut memperjuangkan kemerdekaan Indonesia, bukan dengan senjata, namun dengan solidaritas dan cara-cara damai.
100 persen Katolik, 100 persen Indonesia.
“Solidaritas pertama-tama adalah kesadaran akan tanggung jawab bagi sesama.”
- Paus Benediktus XVI
Bersolidaritas Bersama Kristus
Sebagai gembala, Mgr. Soegija tak pernah membiarkan domba-dombanya sendirian. Kehadirannya memberikan ketenangan dan kedamaian bagi kawanan dombanya. Dan sebagai gembala, ia meneladani dengan baik contoh Sang Gembala Sejati, yaitu Yesus Kristus sendiri.
Yesus menunjukkan solidaritas yang luar biasa dengan kita, manusia biasa ini. Bayangkan, Allah yang menjadi manusia. Tidak hanya jadi manusia saja, namun ia rela disalib untuk menanggung dosa-dosa kita agar kita bisa kembali berdamai dengan Allah. Yesus bersolidaritas dengan kita, manusia, yang bisa merasakan sakit fisik dan hati, serta memberi kita kesempatan untuk bersahabat dengan-Nya.
Yesus adalah teladan sejati dalam bersolidaritas, dan Yesus sendirilah sumber inspirasi Mgr. Soegija untuk mampu berjuang bersama umat dan rakyat Indonesia yang menderita karena peperangan.
Nah, Apa yang Bisa Kita Lakukan?
Tentu saja, seperti teladan Mgr. Soegija yang meneladani Yesus, kitapun perlu ikut meneladani Yesus.
Caranya?
Pertama-tama, kita perlu menyadari bahwa kita perlu rahmat untuk mampu meneladani Yesus secara sempurna. Selain itu, kita baru bisa menjadi pewarta kedamaian dan bersolidaritas dengan orang yang menderita bila hati kita sendiri sudah merasa damai. Oleh karenanya, kita perlu banyak berdoa, rajin menerima Ekaristi, serta mengakukan dosa dalam sakraman Pengakuan Dosa. Dengan ini, hati kita menjadi bersih dan siap untuk menerima rahmat dari Allah serta mampu merasa damai dengan diri kita sendiri dan dengan Allah.
Nah, dari situ, kita bisa menyebarkan kedamaian yang kita rasakan dengan orang lain. Kita mulai dari orang-orang terdekat seperti keluarga kita dan teman-teman kita. Luangkanlah waktu untuk berbagi cerita dengan mereka dan jangan segan-segan untuk membantu mereka.
Setelah itu, barulah kita bisa menyebarkan kedamaian lebih luas lagi dan bersolidaritas secara penuh dengan orang-orang yang menderita. Kita bisa mulai aksi solidaritas kita dari diri kita sendiri seperti menerapkan gaya hidup hemat, lalu uang kita yang lebih kita sedekahkan untuk orang-orang yang kurang mampu. Atau mungkin, belajar dengan rajin agar kita bisa mengajar anak-anak gelandangan secara gratis. Dan masih banyak lagi hal yang bisa kita lakukan untuk bersolidaritas kepada sesama dan menyebarkan kedamaian.
“Setiap kali Anda berbagi kasih kepada orang lain, Anda akan menyadari bahwa kedamaian muncul dalam diri Anda sendiri dan sesama.”
- St. Teresa dari Kalkuta
Yuk Berefleksi
Apakah aku sudah cukup peduli akan keadaan orang-orang di sekitarku? Ataukah aku masih bersikap cuek? Apa yang menghalangiku untuk bersikap peduli kepada orang lain?
Apakah hatiku sudah cukup merasa damai saat ini? Apakah masih ada masalah dalam hatiku yang mengganggu dalam berhubungan dengan orang lain? Bagaimana kira-kira aku bisa mengatasinya? Mohonlah bantuan Roh Kudus agar dapat meneliti hati kita.
Apakah aku pernah merasa begitu damai? Entah itu ketika berdoa, ketika berada dengan orang lain, atau pada suatu kesempatan tertentu. Apakah aku mau membagi damai itu dengan orang lain? Apa kiranya yang bisa aku lakukan untuk berbagi kedamaian itu dengan orang lain?
Lihatlah diri kita masing-masing, latar belakang kita, pendidikan kita, keuangan kita, minat bakat kita. Kira-kira, bentuk solidaritas apa yang bisa kita lakukan untuk turut menjadi pewarta kedamaian bagi orang-orang di sekitarku?
Yuk Dicoba
Dari hasil refleksi yang kita lakukan, yuk buat tindakan nyata bentuk solidaritas kita bagi orang-orang di sekitar kita. Jangan lupa juga ya, untuk selalu memohon bantuan Roh Kudus agar kita selalu dimampukan dalam mewujudkan niat-niat baik kita.
Yuk Dibaca
Youcat no. 60, 61, 279, 328, 395
Docat no. 100-103, 271-276
https://tirto.id/romo-soegija-seratus-persen-katolik-seratus-persen-indonesia-cPCa