St. Stefanus: Menjadi Saksi Pengampunan Allah
Hari ini kita merayakan Pesta St. Stefanus, Martir Pertama. Rasa-rasanya kegembiraan Natal berubah total akibat peristiwa tragis meninggalnya St. Stefanus demi imannya. Nah, bagaimana sih kita bisa melihat dua peristiwa yang beda banget ini? Kita bisa belajar apa dari pengorbanan St Stefanus yang dirayakan satu hari sesudah Natal?
Sang Martir Pertama
Kisah St Stefanus dapat kita baca di dalam Kisah Para Rasul bab 6 dan bab 7. Ya, St Stefanus hidup pada zaman Gereja Perdana!
St Stefanus adalah salah satu dari diakon pertama yang diangkat oleh para rasul. Tugasnya adalah membantu para rasul untuk mengurus para janda dan orang-orang miskin. Di antara para diakon pertama yang lain, St Stefanus adalah yang paling terkenal karena kesalehannya. Banyak orang menjadi pengikut Kristus berkat kesaksian yang ia berikan. Namun, justru karena itulah musuh-musuh yang membencinya mulai bermunculan. Mereka lalu bersekongkol untuk menjebak St Stefanus di hadapan Mahkamah Agama atas tuduhan palsu menghujat Allah. Dalam persidangan, St Stefanus terus bersaksi bahwa Yesus adalah Mesias, Anak Allah yang hidup. Semua ini membuat musuh-musuhnya semakin marah. Mereka lalu menyeret St Stefanus keluar lalu melemparinya dengan batu hingga St Stefanus tewas.
Sebelum St Stefanus meninggal, ia sempat mendoakan musuh-musuhnya yang membunuhnya di hadapan Allah: “Tuhan, janganlah tanggungkan dosa ini kepada mereka!"
Pengampunan yang Membawa Damai
Docat 276 Dari mana Gereja mengawali komitmennya untuk perdamaian?
Tawaran Gereja akan perdamaian terkait dengan damai Kristus dan berbeda dari strategi-strategi lain untuk menyelesaikan konflik: “Damai sejahtera Kutinggalkan bagimu. Damai sejahtera-Ku Kuberikan kepadamu; dan apa yang Kuberikan tidak seperti yang diberikan oleh dunia kepadamu.” (Yoh 14:27) Damai Kristus adalah kasih yang menuntun-Nya kepada Salib. “Oleh bilur-bilur-Nya kamu telah disembuhkan.” (1 Ptr 2:24) Gereja hidup dengan iman akan kasih tanpa syarat yang dimiliki Allah bagi setiap manusia ini. Dari iman akan kasih Allah yang membebaskan ini, muncullah sebuah cara baru untuk menyapa orang lain, baik seorang individu, kelompok-kelompok sosial, maupun seluruh masyarakat. Di manapun orang Kristen berada, di situ haruslah ada perdamaian.
Coba Sobat Youcat cari satu persamaan di antara meninggalnya Yesus dan meninggalnya St Stefanus. Apa itu? Ya, mereka mendoakan orang-orang yang membunuh mereka!
Bukannya mengutuk, St Stefanus malah mendoakan dan memaafkan orang-orang yang membunuhnya, persis seperti apa yang Yesus, panutannya dan panutan kita, lakukan.
Apa sih arti dari doa dan pengampunan ini?
Artinya St Stefanus memutus rantai kebencian dan memulai suatu awal untuk perdamaian. Ia tidak meminta jemaat untuk balik memusuhi orang-orang yang membunuhnya namun ia malah memberikan contoh untuk mengampuni seperti yang Yesus sendiri lakukan. Dengan begini tidak akan tercipta permusuhan baru antara jemaat Gereja Perdana dengan orang-orang yang membunuh St Stefanus. Yang terjadi justru jemaat Gereja Perdana bisa memaafkan, mulai melangkah lagi, dan tetap bisa mengasihi.
Nah, sekarang coba bayangkan jika seluruh dunia meniru teladan ini! Pastinya semua kebencian yang jadi sumber peperangan akan cepat hilang. Dan akhirnya, semua peperangan akan berhenti dan dunia yang damai akan segera terwujud!
Inilah yang sebenarnya justru menguatkan pesan Natal: Yesus yang lahir adalah sumber damai yang sejati!
Ya, Yesus yang baru saja kita rayakan kelahirannya adalah Yesus yang memberi kekuatan kepada St Stefanus untuk mendoakan dan mengampuni musuh-musuhnya!
Bagaimana dengan kita? Apakah kita sudah mau mengampuni sebagai usaha awal kita mewujudkan perdamaian di lingkungan kita?