Titik Balik
Setiap orang dalam hidupnya pasti mengalami suatu titik balik. Entah itu dalam karir pekerjaan, dalam relasi dengan keluarga, dan tentunya juga dalam hidup rohani atau relasi kita dengan Tuhan. Bahkan, bisa saja titik balik itu terjadi lebih dari sekali dalam hidup kita. Oleh karena itu, pengalaman titik balik yang aku alami ini, tentunya tidak akan terdengar asing oleh kawan-kawan semua.
Kurang lebih sama dengan mayoritas anak muda Katolik di Indonesia, titik balik pertama dalam hidup rohaniku terjadi dalam sebuah retret di Tumpang. Tahun berapa yaa, rasanya tidak perlu disebutkan biar tidak ketahuan udah tua. Pengalaman rohani yang luar biasa dengan sukacita dan kegembiraan memuji dan memuliakan Tuhan, ditambah lagi dengan pembicara-pembicara yang keren dalam retret ini menjadi sebuah batu pijakan yang memberikan aku motivasi untuk melompat masuk lebih dalam lagi untuk mengenal siapakah Tuhan itu.
Titik balik hidup rohaniku yang kedua, sekali lagi, terjadi di dalam sebuah retret ketika aku sedang kuliah di Amerika Serikat. Namun, ada yang berbeda dalam pengalaman yang kedua ini. Suara nyanyi-nyanyian terkalahkan dengan isakan tangis yang menderu-deru di dalam kamar pengakuan dosa. Yaa, pada retret ini aku memberanikan diri untuk membuka segala topeng, melepas segala yang membungkus luka-luka dosa dalam diriku, menyadari betapa hinanya diriku yang selama ini telah aku tutupi dengan senyum riang gembira. Dosa-dosa yang kupendam dan kututup rapat agar tidak ada seorang pun yang tahu. Dosa yang mungkin akan membuat orang lain bertanya-tanya, kok bisa orang seperti itu melayani Tuhan?
Malu? Jelas. Hancur? Pasti.
Akan tetapi, kehancuran ini membuka sebuah celah kecil pada hatiku yang telah mengeras untuk secercah cahaya masuk menyinari lubuk hati yang selama ini selalu kusembunyikan. Tetesan air mataku mengalir menyegarkan hati yang pedih dan terluka. Suara Romo yang memberikan absolusi dan pelukan hangatnya seperti Bapa yang merangkul anaknya yang hilang, menjadi sebuah titik balik yang baru dalam relasiku dengan Tuhan.
Tentu saja, pada hari Minggu yang lalu, kita pun mendengarkan kembali suatu kisah titik balik dalam hidup Yesus Kristus. Sebuah titik balik untuk kembali ke Surga bersama Bapa, dan untuk membuat titik balik ini Yesus tidak hanya turun ke dunia orang hidup, tetapi dia bahkan rela untuk turun hingga ke dunia orang mati di tempat penantian dan membuat jalan titik balik bagi mereka. Apa artinya bagi kita? Tidak ada yang terlalu jauh untuk kembali kepada Allah. Tidak ada yang berada di luar jangkauan Allah.
Kita semua pun saat ini pasti berada dalam situasi dan kondisi yang berbeda-beda. Mungkin ada di antara kita yang seperti Maria Magdalena telah kembali mencari Yesus pada pagi-pagi buta. Mungkin ada yang seperti para Rasul menunggu di rumah dengan takut. Mungkin ada yang telah meninggalkan Yerusalem untuk kembali ke kotanya masing, seperti kedua murid yang berjalan ke Emmaus. Dan, apa yang sama dari semua murid-murid ini, Yesus datang menghampiri mereka.
Janganlah takut dan janganlah kehilangan harapan karena kamu telah jauh dari Tuhan. Jangan berkecil hati, mana mungkin aku bisa kembali lagi; aku sudah sejauh ini melenceng dari jalan Tuhan. Nah, inilah pesan kebangkitan yang harus kamu dengarkan baik-baik.
Stop where you are, and turn around. Berhentilah dan menolehlah ke belakang. Kamu tidak harus berjalan kembali untuk mencari Tuhan karena Yesus sendiri telah datang menghampirimu. Jadi, karena kebangkitan-Nya, di manapun dan kapanpun dalam hidupmu bisa menjadi sebuah titik balik.
It doesn't have to be in a grand retreat. It doesn't have to spectacular. You just need to stop running, and turn around as you are. He is there.
oleh Wishaldi Limiadi @Jejak.Kudus